Gamelan jawa, sejarah dan misteri
Alat musik tradisional yang bernama Gamelan berasal dari budaya Jawa, yang sekarang masih dilestarikan di kalangan Keraton Yogyakarta dan Surakarta (Solo)
GAMELAN JAWA DAN GENERASI MUDA
1. Perkembangan Seni Karawitan
Gamelan Jawa merupakan seperangkat instrumen sebagai pernyataan musikal
yang sering disebut dengan istilah karawitan. Karawitan berasal dari
bahasa Jawa rawit yang berarti rumit, berbelit-belit, tetapi rawit juga
berarti halus, cantik, berliku-liku dan enak. Kata Jawa karawitan
khususnya dipakai untuk mengacu kepada musik gamelan, musik Indonesia
yang bersistem nada non diatonis (dalam laras slendro dan pelog) yang
garapan-garapannya menggunakan sistem notasi, warna suara, ritme,
memiliki fungsi, pathet dan aturan garap dalam bentuk sajian
instrumentalia, vokalia dan campuran yang indah didengar.
Seni gamelan Jawa mengandung nilai-nilai historis dan filosofis bagi
bangsa Indonesia. Dikatakan demikian sebab gamelan Jawa merupakan salah
satu seni budaya yang diwariskan oleh para pendahulu dan sampai sekarang
masih banyak digemari serta ditekuni. Secara hipotetis, sarjana J.L.A.
Brandes (1889) mengemukakan bahwa masyarakat Jawa sebelum adanya
pengaruh Hindu telah mengenal sepuluh keahlian, diantaranya adalah
wayang dan gamelan. Menurut sejarahnya, gamelan Jawa juga mempunyai
sejarah yang panjang. Seperti halnya kesenian atau kebudayaan yang lain,
gamelan Jawa dalam perkembangannya juga mengalami perubahan-perubahan.
Perubahan terjadi pada cara pembuatanya, sedangkan perkembangannya
menyangkut kualitasnya. Dahulu pemilikan gamelan ageng Jawa hanya
terbatas untuk kalangan istana. Kini, siapapun yang berminat dapat
memilikinya sepanjang bukan gamelan-gamelan Jawa yang termasuk dalam
kategori pusaka (Timbul Haryono, 2001).
Gamelan yang lengkap mempunyai kira-kira 72 alat dan dapat dimainkan
oleh niyaga (penabuh) dengan disertai 10 – 15 pesinden dan atau gerong.
Susunannya terutama terdiri dari alat-alat pukul atau tetabuhan yang
terbuat dari logam. Alat-alat lainnya berupa kendang, rebab (alat
gesek), gambang yaitu sejenis xylophon dengan bilah-bilahnya dari kayu,
dan alat berdawai kawat yang dipetik bernama siter atau celepung.
Gamelan Jawa mempunyai tanggapan yang luar biasa di dunia internasional.
Saat ini telah banyak diadakan pentas seni gamelan di berbagai negara
Eropa dan memperoleh tanggapan yang sangat bagus dari masyarakat di
sana. Bahkan sekolah-sekolah di luar negeri yang memasukan seni gamelan
sebagai salah satu musik pilihan untuk dipelajari oleh para pelajarnya
juga tidak sedikit. Tapi ironisnya di negeri sendiri masih banyak orang
yang menyangsikan masa depan gamelan. Terutama para pemuda yang
cenderung lebih tertarik pada musik-musik luar yang memiliki instrumen
serba canggih. Dari sini diperlukan suatu upaya untuk menarik minat
masyarakat kepada kesenian tradisional yang menjadi warisan budaya
bangsa tersebut.
2. Fungsi sosial Gamelan Jawa
Secara filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan
dari kehidupan masyarakat Jawa. Hal demikian disebabkan filsafat hidup
masyarakat Jawa berkaitan dengan seni budayanya yang berupa gamelan Jawa
serta berhubungan erat dengan perkembangan religi yang dianutnya.
Pada masyarakat jawa gamelan mempunyai fungsi estetika yang berkaitan
dengan nilai-nilai sosial, moral dan spiritual. Gamelan memiliki
keagungan tersendiri, buktinya bahwa dunia pun mengakui gamelan adalah
alat musik tradisional timur yang dapat mengimbangi alat musik barat
yang serba besar. Gamelan merupakan alat musik yang luwes, karena dapat
berfungsi juga bagi pendidikan.
3. Pewarisan Gamelan Jawa kepada Generasi Muda
Pada masa sekarang ini ada kecenderungan perbedaan persepsi yang
dilakukan oleh generasi-generasi muda melalui berbagai atraksi
kebudayaan yang pada segi-segi lain kelihatan agak menonjol, tetapi
ditinjau dari segi yang lain lagi merupakan kemunduran, terutama yang
menyangkut gerak-gerak tari dan penyuguhan gendhing-gendhing yang
dikeluarkan.
Anak muda terlihat tak tertarik gamelan karena tidak ada yang
mengenalkan. Selain itu tidak ada yang mengajarkan. Itu tidak bisa
disalahkan karena mayoritas orang tua, bahkan lingkungan sekolah, tidak
mendukung anak mengenal gamelan. Bagi generasi muda, gamelan sulit
diminati kalau dibunyikan seperti masa-masa dulu pada era orang tua atau
kakek dan nenek mereka. Anak muda sekarang lebih menyukai jika
membunyikan gamelan sesuka mereka dan dipasangkan dengan alat musik dan
seni apa saja. Walaupun begitu, lewat cara-cara inilah gamelan mendapat
jalan untuk lestari. Gamelan bukan sekadar alat musik tradisional atau
obyek, namun ada spirit di dalamnya, yakni kebersamaan. Yang penting di
sini adalah manusianya, yaitu bagaimana mereka merasa dekat dengan
gamelan.
Perlu dipikirkan pula demi kelestarian kebudayaan kita sendiri yang
sungguh-sungguh Adhi Luhur, penuh dengan estetika, keharmonisan,
ajaran-ajaran, filsafat-filsafat, tatakrama, kemasyarakatan, toleransi,
pembentukan manusia-manusia yang bermental luhur, tidak lepas pula
sebagai faktor pendorong insan dalam beribadah terhadap Tuhan, yaitu
dengan sarana kerja keras dan itikat baik memetri atau menjaga seni dan
budaya sendiri. Jangan sampai ada suatu jurang pemisah atau gap dengan
sesepuh yang benar-benar mumpuni (ahli). Bahkan komunikasi perlu dijaga
sebaik-baiknya dengan sesepuh sebagai sumber atau gudang yang masih
menyimpan berbagai ilmu yang berhubungan dengan masalah kebudayaan itu
sendiri, terutama para empu-empu karawitan, tari dsb.
Sumber:
No comments:
Post a Comment